Minimnya pertandingan tinju pro di Indonesia membuat dua sasana di Jatim memilih membekukan diri. Sasana Inra (Indonesia Raya) yang dihidupkan Anis Roga memastikan tidak aktif lagi, per Maret 2012.
Sasana Inra termasuk sasana tua di Surabaya. Sasana yang dirikan PW Afandi (ketua KTI Surabaya) sudah ada pada 1972, namun dalam perjalanannya sempat vakum kegiatan cukup lama.
Sasana kembali hidup setelah Anis Roga datang pada tiga tahun lalu. Beberapa petinju pemula maupun pengalaman pernah bergabung, termasuk Julio de la Basez. Namun dalam perjalanannya juga tidak mulus. Dana dan kondisi kesehatan Anis juga menjadi salah satu alasan sasana Inra harus menghentikan operasional.
’’Selama ini tidak ada pemasukan bagi sasana. Padahal, untuk membiayai petinju dan merawat sasana butuh uang yang banyak,’’ujar Anis Roga.
Lelaki yang pernah mencoba merebut gelar juara dunia IBF melawan Manuel Jesus Herrera (Republik Dominika) pada 30 Agustus 1997 ini pun memastikan bahwa Inra telah bubar. ’’Tidak ada lagi petinju yang latihan. Semua sudah jalan sendiri-sendiri,’’ lanjut Anis.
Dengan pembekuan sasana tersebut, Anis memilih untuk menjadi karyawan di sebuah kantor pengacara di Surabaya. Ya, selama ini, selain mengurus tinju Anis memang juga mengejar gelar sarjana hukumnya di sebuah perguruan tinggi swasta di Surabaya.
Neddy Mikdon Tanaem, manager Inra, memilih untuk tidak banyak komentar perihal masalah ini. Apalagi, saat ini Neddy sendiri telah membentuk Sasana Nekmese, sasana baru yang menampung petinju dari Inra.
’’Yang jelas, nasib para petinju harus diselamatkan. Toh sumber makan mereka selama ini memanga dari tinju,’’ ujar Neddy.
Sebelum bubar, ada empat petinju professional yang berlatih di sasana yang bermarkas di Simo Lawang ini. Mereka adalah Wilson Oe Un, Jacob Ton, Julio de La Basez, dan Boido Simanjuntak.
Di Tuban, Semen Gresik Boxing Camp (SGBC) juga membekukan diri. ’’Sebenarnya kalau dibilang sasana kami bubar, juga tidak. Tapi, ditutup untuk sementara waktu. Manajemen saat ini menyarankan kami untuk memindah tempat latihan dari Tuban ke Gersik. Namun, sampai saat ini belum ada kejelasan,’’ ujar Hengky Gun, pelatih kepala di SGBC Tuban, Minggu (25/3).
Menurut Hengky, tujuan sasana SGBC ini dipindahkan dari Tuban ke Gresik, agar proses pembinaan latihan bisa berjalan maksimal. Begitu pula jarak dengan Surabaya yang dekat membuat mereka tidak kesulitan untuk mencari lawan tanding bagi para petinju.
Tidak bisa dipungkiri keputusan manajemen SGBC untuk tidak mengaktifkan sasana SGBC cukup menjadi pukulan telak bagi petinju mereka. ’’Mau bagaiamana lagi, para petinju itu sudah bergantung pada dunia tinju,’’ kata Hengky.
Sebelum bubar, ada empat petinju yang aktif berlatih di SGBC. Mereka adalah Gun Hero, juara KTI kelas bulu junior 55,3 kg, Rufy Gun, kelas bantam junior (52,1 kg), dan dua petinju amatir di kelas kadet, masing-masing Muhamad Ali serta Roberto Carlos.
’’Sambil menunggu kepastian manajemen, saya sebenarnya sudah berusaha untuk menitipkan beberapa petinju ke sasana yang ada di Surabaya . Tapi, mereka belum bisa menerima, sebab beberapa dari mereka ada yang juga kerja di Tuban,’’ lanjut mantan juara OPBF dan WBC Intercontinental kelas super bulu itu.
Dengan bubarnya SGBC Tuban, semakin memperpanjang daftar sasana yang gulung tikar di Jatim. Sebab, sebelumnya salah satu sasana cukup gaek di Surabaya , Indonesia Raya (Inra) BC juga lebih dulu bubar. Dan, tempat para petinju Inra itu berlatih sekarang sudah menjadi bengkel mesin kapal.